Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Sugiat Santoso, memberikan perhatian serius terhadap revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban yang sedang dibahas. Dalam rapat lanjutan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Sugiat menyoroti beberapa isu penting yang perlu diperhatikan agar RUU tersebut tidak hanya menjadi formalitas semata.
Dalam kesempatan itu, Sugiat mengingatkan agar setiap klausul dalam RUU dirancang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan multitafsir. Ia menekankan bahwa klausul harus jelas dan bisa diterapkan secara efektif di lapangan.
Pentingnya hal ini terletak pada kebutuhan praktis dalam implementasi undang-undang. Sugiat meyakini bahwa teknis yang rumit dapat menghambat pelaksanaan yang optimal, oleh karena itu lebih baik menghindari ketentuan yang membingungkan.
Menghindari Klausul Multitafsir dalam RUU
Sugiat mengambil sikap tegas bahwa setiap unsur dalam RUU seharusnya jelas dan tidak dapat ditafsirkan secara berbeda. Penyusunan hukum yang ambigu dapat menyebabkan masalah dalam praktiknya, sehingga tujuan awal dari perlindungan saksi dan korban tidak tercapai.
Dengan adanya keterkaitan antara UU Perlindungan Saksi dan KUHAP, menghindari kesalahpahaman dalam implementasi sangat vital. Komunikasi yang baik antara komisi-komisi di DPR diperlukan untuk menciptakan kerangka hukum yang konsisten.
Pembatasan Peran LPSK dalam RUU
Selanjutnya, Sugiat menolak usulan yang membatasi peran LPSK hanya dalam memulihkan saksi atau korban, yang sebelumnya disampaikan oleh pihak Kejaksaan Agung. Dia berpendapat bahwa peran LPSK harus lebih luas untuk mencapai keberhasilan dalam perlindungan.
Pembatasan seperti ini dapat mengurangi efektivitas LPSK dalam melindungi hak-hak saksi dan korban. Menurut Sugiat, undang-undang harus bisa menjangkau berbagai aspek perlindungan tanpa terbatas oleh definisi sempit.
Ia juga menginginkan agar LPSK menegaskan dukungannya terhadap semua jenis korban, bukan hanya yang terbatas pada kategori tertentu saja. Ini akan memberikan ruang bagi LPSK untuk berperan lebih aktif dalam situasi darurat.
Pentingnya Penegasan Kategori Tindak Pidana dalam RUU
Sugiat lebih lanjut menyatakan bahwa perlu ada klausul yang menjelaskan kategori tindak pidana mana yang diatur dalam RUU ini. Penjelasan yang rinci mengenai kategori tindak pidana yang dilindungi akan membantu LPSK dalam menjalankan fungsinya secara optimal.
Hal ini sangat krusial, karena tanpa adanya definisi yang jelas, akan ada ambiguitas dalam penanganan kasus-kasus yang berkaitan dengan perlindungan saksi dan korban. Penegasan kategori ini berpotensi meningkatkan efektivitas LPSK dalam menjalankan tugasnya.
Rincian lebih lanjut mengenai biaya pemulihan juga harus dipertimbangkan. Sugiat mengingatkan bahwa pemulihan bagi korban tindak pidana, khususnya di bidang lingkungan dan kehutanan, memerlukan dana yang cukup besar.
Pentingnya Hak Saksi dan Korban yang Diperluas
Sugiat juga mencermati isu mengenai perluasan hak-hak saksi dan korban. Ia menekankan jaminan hak bagi pegawai dan pekerjaan yang harus dilindungi, agar tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang sudah ada.
Aspek ini harus dianalisis dengan seksama untuk tindakan yang lebih efektif. Tujuannya adalah agar tidak ada tumpang tindih yang justru dapat menghambat perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban.
Kemudian, Sugiat meminta penjelasan mengenai penguatan kerjasama antara LPSK dan lembaga penegak hukum lain. Keterlibatan lembaga lain seperti Interpol harus sesuai dengan regulasi yang berlaku agar tidak terjadi konflik hukum.
“Sangat penting agar RUU ini disusun tanpa menimbulkan kesulitan bagi LPSK dalam menjalankan tugasnya,” tegas Sugiat. Komunikasi yang baik antara LPSK dan lembaga penegak hukum lain akan memperkuat jaringan perlindungan yang sedang dibangun.
Pentingnya Proses Komunikasi dan Pengkajian yang Terus Menerus
Akhirnya, Sugiat meminta agar LPSK terus berkomunikasi mengenai poin-poin dalam RUU PSK. Dengan adanya diskusi yang mendalam per pasal dan ayat, ia berharap semua pihak bisa saling memahami serta mengatasi masalah-masalah teknis yang mungkin muncul di kemudian hari.
Rencana untuk membahas setiap aspek RUU secara menyeluruh sangat penting untuk menghindari kesalahan yang bisa menghambat pelaksanaan hukum nantinya. Harapannya adalah agar dalam setiap pasal terdapat keterangan yang jelas dan tidak ambigu.
Dengan pendekatan yang lebih terstruktur ini, Sugiat meyakini bahwa LPSK dapat berfungsi dengan maksimal dalam menjalankan perannya di masyarakat. Tujuan akhirnya adalah menciptakan sistem perlindungan yang lebih baik bagi saksi dan korban.